SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUNNAJAH
Siti Hilpalilah
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمَِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.
MEMBATALKAN PUASA KARENA UNDANGAN
Haruskah Membatalkan Puasa Karena Undangan?
Pertanyaan:
Apa
benar kalo kita puasa sunnah dan kita bertamu disuguhi itu boleh kita makan
karena dapet 2 pahala,pahala puasa dan menghormati jamuan?
Jawaban:
Pertama, puasa wajib, baik ramadhan
maupun di luar ramadhan, seperti puasa nazar, atau puasa qadha, atau puasa
karena bayar kaffarah, dan puasa wajib lainnya, tidak boleh dibatalkan. Kecuali
jika ada uzur, seperti sakit, safar, atau uzur lainnya.
Ibnu Qudamah mengatakan,
ومن
دخل في واجب، كقضاء رمضان، أو نذر معين أو مطلق، أو صيام كفارة؛ لم يجز له الخروج
منه؛ لأن المتعين وجب عليه الدخول فيه، وغير المتعين تعين بدخوله فيه، فصار بمنزلة
الفرض المتعين، وليس في هذا خلاف بحمد الله
Siapa yang telah memulai puasa wajib seperti
qadha ramadhan, puasa nazar hari tertentu atau nazar mutlak, atau puasa
kafarah, tidak boleh membatalkannya. Karena sesuatu yang statusnya wajib ain,
harus dilakukan. Sementara yang bukan wajib ain, menjadi wajib ain jika telah
dilakukan. Sehingga statusnya sama dengan wajib ain. Dan dalam hal ini tidak
ada perselisihan, alhamdulillah.. (Al-Mughni, 3/160 – 161)
Karena itu, dalam kondisi
apapun, orang yang melakukan puasa wajib tidak boleh dia batalkan tanpa alasan
yang dibenarkan.
Kedua, berbeda dengan puasa sunah,
seseorang diperbolehkan untuk membatalkannya, sekalipun tidak uzur. Hanya saja,
sangat dianjurkan bagi orang yang berpuasa sunah untuk tidak membatalkannya,
terutama puasa sunah yang menjadi kebiasaannya. Karena Allah berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا
تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُم
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada
Allah dan taatlah kepada Ar-Rasul, dan janganlah kalian membatalkan amal
kalian.” (QS. Muhammad: 33)
Diantara dalil yang
menunjukkan bolehnya membatalkan puasa sunah,
1. Dari Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِيرُ نَفْسِهِ،
إِنْ شَاءَ صَامَ، وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Orang yang melakukan puasa sunah, menjadi
penentu dirinya. Jika ingin melanjutkan, dia bisa melanjutkan, dan jika dia
ingin membatalkan, diperbolehkan.” (HR. Ahmad 26893, Turmudzi
732, dan dishahihkan Al-Albani)
2. Setelah puasa ramadhan
diwajibkan, dan puasa ‘Asyura tidak lagi wajib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengumumkan kepada sahabat, bahwa mereka boleh puasa dan boleh membatalkannya.
Dari Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu,
beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يَكْتُبِ
اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، وَأَنَا صَائِمٌ، فَمَنْ شَاءَ،
فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ، فَلْيُفْطِرْ
Ini hari ‘Asyura, Allah tidak mewajibkan puasa
untuk kalian. Hanya saja saya puasa. Karena itu, siapa yang ingin puasa,
dipersilahkan dan siapa yang ingin membatalkan, dipersilahkan. (HR. Bukhari 2003).
3. Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bertanya kepada beliau pada suatu hari: ‘Hai A’isyah, apakah kamu memiliki
makanan?’ ‘Wahai Rasulullah, kita tidak memiliki makanan apapun.’ Jawab
A’isyah. ‘Jika demikian, saya akan puasa.’ Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu beliau keluar untuk keperluannya. Tidak
lama, datang sekelompok orang membawa hadiah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kembali, A’isyah menyampaikan kepada suaminya, ‘Wahai Rasulullah, tadi ada
sekelompok orang yang datang dan memberi hadiah. Aku telah menyimpannya untuk
Anda.’ ‘Apa itu?’ tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
‘Itu hais’ jawab A’isyah. (hais: kurma yang diaduk dengan susu dan keju).
Setelah A’isyah menyuguhkannya, beliaupun memakannya. (HR. Muslim 1154)
Ketiga, ketika dapat undangan, apakah harus
membatalkan puasanya?
Jika yang dilakukan adalah
puasa wajib, seperti puasa nadzar atau puasa qadha maka tidak boleh dibatalkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan orang yang diundang acara makan-makan agar dia datang, meskipun
tidak makan.
Dari Jabir bin Abdillah radliallahu anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ،
فَلْيُجِبْ، فَإِنْ شَاءَ طَعِمَ، وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ
“Jika
kalian diundang acara makan-makan maka hadirilah. Jika mau dia makan jika tidak
maka boleh tidak makan.” (HR. Muslim 1430).
Artinya, yang wajib dilakukan
adalah menghadiri undangan. Sementara untuk makannya, tidak ada kewajiban.
Sehingga undangan makan bukan uzur yang membolehkan seseorang untuk membatalkan
puasa wajibnya.
Sementara untuk puasa sunah, dia tidak harus
membatalkannya. Bahkan tetap dibolehkan untuk mempertahankan puasanya.
Diantara dalil yang
menunjukkan hal ini,
1. Hadis dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا دُعِيَ أحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ وَهُوَ
صَائِمٌ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ
“Apabila
kalian diundang untuk makan-makan, sementara kalian sedang puasa, maka
sampaikanlah: Saya sedang puasa.” (HR. Muslim 1150).
2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ
صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ
“Jika
kalian diundang acara makan-makan, hadirilah. Jika sedang berpuasa maka
do’akanlah dan jika tidak puasa maka makanlah.” (HR. Muslim 3593).
Termasuk orang yang bertamu,
dia dibolehkan untuk tetap mempertahankan puasa sunahnya ketika disuguhi.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah datang ke rumah ibunya, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha.
Beliaupun mensuguhi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan kurma dan mentega. Beliau bersabda,
أعِيدُوا سَمْنَكُمْ فِي سِقَائِهِ، وَتَمْرَكُمْ
فِي وِعَائِهِ، فَإِنِّي صَائِمٌ
“Kembalikan
mentega dan kurma kalian di wadahnya, karena saya puasa.” (HR. Bukhari 1982).
Keempat, Dianjurkan mendoakan orang yang mengundang
ketika puasa
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ، فَلْيُجِبْ، فَإِنْ
كَانَ صَائِمًا، فَلْيُصَلِّ، وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا، فَلْيَطْعَمْ
“Apabila kalian diundang,
penuhi undangan itu. Jika kalian puasa, ‘shalat’lah. Dan jika kalian
tidak puasa, makanlah.” (HR. Muslim 1431).
An-Nawawi menyabutkan
perbedaan pendapat ulama berbeda tentang makna kata ‘shalat’ dalam hadis
di atas.
وقيل المراد الصلاة الشرعية بالركوع والسجود أي
يشتغل بالصلاة ليحصل له فضلها ولتبرك أهل المكان والحاضرين
Sebagian ulama berpendapat, makna kata shalat
dalam hadis ini adalah mengerjakan ibadah shalat ada rukuk dan sujudnya.
Artinya, orang ini mengerjakan shalat di rumah yang mengundang, sehingga dia
mendapat keutamaan shalat dan pengundang berikut hadirin mendapatkan
keberkahan.
قال الجمهور معناه فليدع لأهل الطعام بالمغفرة
والبركة ونحو ذلك وأصل الصلاة في اللغة الدعاء
Sementara mayoritas ulama berpendapat, makna
shalat dalam hadis itu adalah mendoakan orang yang mengundang dengan doa
ampunan atau keberkahan atau semacamnya. Dan makna bahasa kata shalat adalah
doa.
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”
Akhirul Kalam,,,,,,,,,,,,
وَعَلَيْكُمُ
السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ceramah